JAYAPANGUS WEB

JAYAPANGUS merupakan media komunikasi muda Hindu. diterbitakn sejak akhir januari 2006 oleh KMHD ISI Yogyakarta. hubungi kami di: E-mail: red_jayapangus@yahoo.co.id phone :08175495575

Sunday, August 20, 2006

PROFIL

IDHA SARASWATI :
“ Dunia di luar pagar kampus ternyata memang sangat rumit”

Pendiam dan sedikit pemalu adalah kesan pertama ketika bertemu cewek yang paling suka saat seorang diri di tempat yang sepi sambil ditemani musik dan novel tebal. Penampilan yang selalu santai kadang rada tomboy, menyiratkan sifatnya yang aktif dan senang berpartispasi dalam berbagai organisasi dan lembaga, terutama yang bersifat sosial. Hobi menulisnya mampu mengantarkan dara kelahiran Karanganyar, 13 Februari 1983 ini menduduki posisi pemimpin redaksi (Pemred) Balairung selama satu tahun.

Lebih dari 3 tahun Ida, begitu sapaan akrabnya, berkecimpung di Balairung, sebuah lembaga pers mahasiswa UGM. Berangkat dari seorang reporter, karir Ida meningkat menjadi pemred newsletter Balairung Koran, hingga akhirnya terpilih menjadi pemred Balairung. Jabatan pemimpin umum (PU) Balairung hampir didudukinya, namun apa daya kalah suara dalam pemilu saat itu. Setelah menjalankan tugas sebagai pemred Balairung selama setahun, kini ia menduduki posisi sebagai redaktur senior.

Aktivitasnya di dunia jurnalistik tidak hanya di Balairung saja. Mahasiswa semester 8 Ilmu Hubunagn Internasional UGM Sekaligus EEC Sanata Dharma Yogyakarta ini juga aktif menuangkan idenya pada majalah Suluh yang diterbitkan oleh Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) dan menjadi koordinator redaksi majalah alumni UGM Kabare Kagama. Di kampusnya sendiri, Ida sempat bergabung dalam Forum Indonesia Akur (FIA) yang dirintis oleh teman-teman Muslim dan Katoliknya. Tak jauh berbeda dengan FPUB yang sering mengangkat isu-isu multikulturalisme, FIA pun merupakan forum yang mengangkat isu-isu diseminasi wacana perdamaian antar agama-iman-.

Bagi pemilik nama lengkap Idha Saraswati Wahyu Sejati, keterlibatannya dalam forum-forum tersebut awalnya hanya diajak oleh teman-temannya. Namun, karena isu-isu yang sering diangkat sangat multikultur dan memiliki visi perdamaian maka cewek yang hobi baca novel, nulis, ngayal, dan jalan-jalan ini pun merasa cocok, “Sebenarnya nggak ada ketertarikan khusus, aku suka isu-isu multikulturalisme, dan forum-forum yang kayak gitu emang concern ke sana. Cuma aku masuk kesana gara-gara diajak, yeah…mungkin karena identitas Hinduku. Mereka susah nyari orang Hindu yang mau ke forum kayak gitu, dan emang seharusnya ada suara Hindu dalam forum-forum kayak gitu, meski aku nggak mau jadi representasi Hindu disitu. Aku kesitu karena emang tertarik pada isu-isunya.”

Ketika JP menanyakan pendapatnya tentang emansipasi perempuan, pengagum Mahatma Gandhi dan Bung Hatta ini menjawab, “Emansipasi bukan soal perempuan lebih aktif atau gimana, tapi lebih dari itu, soal pola pikir perempuan itu sendiri dan masyarakat. Soal konstruksi tentang peran perempuan gitu lah! Tapi aku orang yang sepakat akan kesetaraan jender, dan aku adalah generasi yang lebih beruntung daripada perempuan-perempuan sebelumku, mungkin sih.” Cara berpikirnya yang terbuka seperti itu pulalah yang membuatnya berpendapat bahwa untuk membuat prestasi tak harus melulu melalui berbagai lomba namun dapat diciptakan dalam wujud partisipasi aktif dalam berbagai kegiatan atau forum-forum dan lembaga-lemabag yang bertujuan untuk kemajuan, kesejahteraan, dan perdamaian, yang intinya menuju kehidupan yang lebih baik. Bersama teman-temannya, Ida mewujudkan kepeduliannya pada hal-hal yang bersifat sosial itu dengan merintis sebuah lembaga bernama “Jana Kalyana” yang berkonsentrasi pada pemberdayaan ekonomi umat Hindu di wilayah Karesidenan Surakarta. “Ini pekerjaan idealis dan penuh mimpi. Dunia di luar pagar kampus ternyata memang sangat rumit.” perempuan.(pea)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home