JAYAPANGUS WEB

JAYAPANGUS merupakan media komunikasi muda Hindu. diterbitakn sejak akhir januari 2006 oleh KMHD ISI Yogyakarta. hubungi kami di: E-mail: red_jayapangus@yahoo.co.id phone :08175495575

Saturday, March 10, 2007

JALAN-JALAN ALA KMHD ISI


JAKLAN-JALAN ALA KMHD ISI

‘Pura Tunggal Ika’, tertulis dipapan kecil putih yang menunjuk pada bangunan pura dipinggir jalan di kec. Jenawi, Karanganyar Jateng. “itu pura yang kita tuju….!!” Seloroh seorang penumpang bis memecah kedinginan. Bis biru lusuh berlabelkan ISI Yogyakarta kemudian menghentikan rodanya tepat didepan papan nama tersebut. Setelah kurang lebih tiga jam perjalanan dari Jogja, akhirnya rombongan KMHD ISI tiba di pura lokasi pelantikan yang berada di kaki gunung lawu.
Setelah sejenak melepas lelah, dan menghangatkan tubuh dengan menikmati teh hangat dan mie instant yang setia menemani, rombongan berjumlah 40-an orang ini kemudian melakukan kerja bhakti, bersih-bersih disekitar lingkungan pura, dan persiapan acara pelantikan. Acara pelantikan yang berbarengan dengan persambahyangan tilem ini juga dihadiri oleh puluhan umat Hindu yang tinggal disekitar pura. Tua, muda disertai dengan anak-anaknya sebagai generasi penerus berbaur dengan mahasiswa ISI dalam satu kehangatan. Menurut pak wayan (PHDI) “di kec. Jenawi ini terdapat lebih dari dua ribu umat Hindu, mereka hidup berdampingan secara rukun dengan penganut kepercayaan lain dan hingga saat ini belum pernah timbul konflik, malahan yang terjadi adalah tingginya rasa bergotong-royong, lanjut bapak yang lebih dari 20 th meninggalkan kampung halaman (krambitan tabanan) untuk melayani umat.” Menurut beliau perhatian di bidang pendidikan generasi muda Hindu masih kurang jika dibandingkan pembangunan fisik yang menurutnya tidak tepat dengan kebutuhan umat saat ini tambahnya, ketika memberikan sedikit pengalamannya dan bekal khususnya kepada anggota baru.
Inilah untuk kesekian kalinya KMHD ISI melantik anggota baru. Dan kembali memilih lokasi di Jateng, setelah selama 6 kali berturut-turut mengambil lokasi pura diseputaran DI Yogyakarta. Menurut DJ (ketua) “tahun ini kita sengaja memilih keluar Jogja selain bisa melakukan Tirta Yatra, kita juga akan lebih tahu kondisi umat disini. Anggota KMHD ISI yang kini terdata aktif berjumlah 50 orang dan setiap tahun semakin menipis. Seperti yang dikatakan Kenak (panitia) “jumlah anggota baru yang dilantik tahun ini hanya 8 orang” meski setiap tahun menurun dari segi kuantitas namun diharapkan kedepannya mereka tetap mewarnai aktivitas mahasiswa Hindu di Jogja.
Setelah melalui malam yang dingin di pelataran pura Tunggal Ika, rombongan melanjutkan perjalanan menuju lereng gunung lawu, tepatnya di Candi Cetha. Di sepanjang perjalanan menuju ke Candi Cetha, rombongan disuguhi panorama alam yang sangat menakjubkan. Menelusuri jalan kec. Jenawi, di kanan kiri jalan terdapat perkebunan teh Kemuning yang sangat luas. Hamparan hijau daun-daun teh membuat pemandangan serasa damai dan menyegarkan. “perasaan seperti di dunia teletabis ya…”ungkap seorang peserta. Perkebunan teh ini terhampar sampai di bawah kawasan Candi Cetha. Setelah itu, pemandangan yang tergelar hanyalah tegalan yang ditanami berbagai tumbuhan khas pegunungan. Untuk menuju ke sana kita harus ekstra hati-hati. Sebab, jalannya sangat terjal dan mendaki, dengan kemiringan sekitar 70 derajat. Kendaraan yang akan menuju ke sana harus dipastikan dulu bahwa kondisi mesinnya bagus, sedangkan bus lusuh ISI terpaksa di parkir bawah.
Sesampai di kompleks Candi Cetha, rasa sunyi segera menyergap. Dari candi ini bisa dilihat dengan jelas puncak Gunung Lawu, berdiri kokoh dan menakjubkan. Hutan di puncak Gunung Lawu pun bisa disaksikan dengan jelas. Sebuah panorama alam yang maha indah tergelar di depan mata. Keberadaan Candi Cetha pertama kali dilaporkan oleh seorang Belanda bernama Van Der Vlies pada tahun 1842. Selanjutnya candi ini banyak mendapat perhatian dari para ahli purbakala seperti WF Stutterheim, KC Crucq, NJ Krom, AJ Bernet Kempers, Riboet dan Mustopo.
Pada tahun 1928, dinas purbakala telah mengadakan penelitian melalui ekskavalasi untuk mencari bahan-bahan rekonstruksi yang lebih lengkap. Berdasarkan penelitian Vlies maupun Kempers, kompleks Candi Cetha terdiri dari 14 teras. Namun, kini tinggal 13 teras berundak yang tersusun dari barat ke timur. Makin ke belakang makin tinggi dan dianggap tempat yang paling suci. Masing-masing halaman teras dihubungkan dengan sebuah pintu dan jalan setapak yang seolah-olah membagi halaman teras menjadi dua bagian.
Bentuk bangunan candi ini mempunyai kesamanaan dengan Candi Sukuh yang dibangun berteras sehingga mengingatkan kita pada punden berundak jaman pra sejarah. Bentuk susunan bangunan semacam ini sangatlah spesifik dan tidak ditemukan pada candi lain di Indonesia. Pada kompleks candi ini banyak ditemui arca-arca yang mempunyai ciri-ciri masa prasejarah. Misalnya, arca dalam bentuk sederhana, kedua tangan diletakkan di depan perut atau dada. Di Candi Cetha, relief binatang mempunyai peranan penting terutama pada teras yang kedua. Di sini bisa kita saksikan sebuah relief segitiga yang besar. Pada segitiga ini terdapat relief tiga ekor kura-kura yang dikelilingi oleh kepiting-kepiting besar dan kecil serta seekor belut. Sementara di sudut-sudutnya ada relief beberapa ekor kadal. Berhadapan dengan puncak segitiga ini, kita lihat lingga yang puncaknya dikelilingi relief-relief bulat. Pada lingga ini terdapat relief bunglon.
Seterusnya kita dapatkan relief binatang bercorak Majapahit. Di sebelah timur segitiga ini terdapat relief kelelawar besar dan padanya terdapat relief bulus. Di muka gerbang berikutnya, kita dapati relief bulus-bulus yang lebih kecil. Masa pendirian Candi Cetha ditengarai sebuah prasasti berangka tahun 1373 Saka atau sama dengan 1451 Masehi. Berdasarkan prasasti tersebut serta figur binatang maupun relief dan arca-arca yang ada, kompleks Candi Cetha diperkirakan berasal dari sekitar abad ke-15, dari masa Majapahit akhir.
Berada di tengah-tengah mahakarya agung nenek moyang ini tentu menginspirasi tangan-tangan kreatif anggota KMHD ISI untuk mengabadikannya lagi kedalam bentuk sketsa, drawing, maupun karya potografi untuk dijadikan kenangan dan oleh-oleh pulang ke Jogja. Tanks Cetha, you are may inspiration…
-Gatef-

Labels: