JAYAPANGUS WEB

JAYAPANGUS merupakan media komunikasi muda Hindu. diterbitakn sejak akhir januari 2006 oleh KMHD ISI Yogyakarta. hubungi kami di: E-mail: red_jayapangus@yahoo.co.id phone :08175495575

Wednesday, November 08, 2006

MEMENANGKAN DHARMA

Beberapa hari lagi Galungan kembali datang menyapa, hari besar yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Hindu. “Hari Kemenangan Dharma Melawan Adharma” kalimat yang terlalu akrab ditelinga kita. Dari jaman nenek-nenek hingga sekarang ajarannya tetaplah sama, Dharma pasti menang melawan Adharma. Namun dalam benak awam kita mungkin akan timbul pertanyaan mengglitik benarkah ketika hari Galungan nanti memang Dharma yang menang. Atau manakah yang dikatakan Dharma dan seseram apakah Adharma itu. Di jaman yang serba digital dan cyber ini dimana samudra luas tak lagi menjadi pemisah dan tembok bukan menjadi penghalang, ketika kepercayaan abstrak kita bersentuhan secara bebas dengan saint maka akan menimbulkan gejolak dan pertanyaan dalam diri kita. Mana yang baik dan buruk, mana yang salah dan benar seperti perang berkepanjangan antara Palestina dan Israel, kita sulit mengatakan siapa yang benar dan siapakah yang salah.
Kalau hal ini masih menjadi pertanyaan, antara apa yang dimenangkan dan siapa yang dikalahkan, lalu mengapa kita merayakan hari kemengangan atau hari raya Galungan itu, dan mungkin kita kembali diingatkan dengan jawaban ”nak mule keto uli pidan” (memang begitu dari dulunya). Jawaban sederhana tetapi terbukti ampuh mempertahankan tradisi merayakan Galungan hingga sekarang.
Dengan berbekal jawaban nak mule keto setiap Budha Kliwon Dungulan Galungan pasti ada. Di Bali perayaan Galungan digelar dengan sangat meriah, mulai dari anak-anak hingga kakek-kakek semuanya terlibat dalam suasana kegembiraan. Penjor yang penuh dengan aneka hasil bumi berjejer rapi menghiasi pinggiran jalan-jalan perkotaan hingga pedesaan. Kepulan wewangian dupa, diiringi dengan dentingan genta serta alunan indah kakawin pujaan memenuhi udara, yang terkadang juga diselingi dengan gelak tawa dan teriakan histeris anak-anak kecil sambil berlarian menyambut kedatangan pertunjukan Barong, sungguh suasana yang sangat dinamis. Namun disisi lain, di beberapa sudut balai desa terlihat sejumlah orang duduk bersila membentuk lingkaran yang mengingatkan pada upacara persembahan agni horta, namun bukannya api yang dihitari tapi seperangkat permainan judi (ceki), di sudut yang lainnnya juga terlihat gerombolan anak muda yang sedang meminum minuman keras.
Ya begitulah Galungan, yang dikatakan sebagai sebuah perayaan kemenangan dirayakan dengan berbagai cara oleh umat hindu khususnya di Bali. Mulai dari membuat berbagai macam upakara persembahan, penjor, mempertunjukan kesenian barong, membeli baju baru, menyembelih binatang kurban, hingga bermain judi dan mabuk-mabukan. Dan sebagian besar berorientasi pesta pora. Apakah ini yang dapat menunjukkan pada kita bahwa dharma telah menang. Menurut agus (KMHD ISI) untuk mengetahui apakah Dharma itu menang, terlebih dahulu kita harus mengenal Dharma itu sendiri. Dharma adalah agama lanjutnya, singkatnya Dharma dapat diartikan mematuhi dan menjalankan ajaran agama, dalam hal ini agama Hindu.
Nah kalau begitu sesuaikah semua perayaan kemenangan Dharma melawan Adharma yang sering kita lakukan dengan petunjuk agama atau Dharma. untuk lebih jelasnya mari kita kutip sebait kata indah dari lontar Sunarigama yang menyebutkan:
Budha Kliwon Dungulan ngaran Galungan,
patitis ikang jnyana sandi, galang apadang
Maryakena sarwa byaparaning hidep.
Maksudnya: Budha Kliwon Dungulan disebut Galungan, mengarahkan bersatunya ilmu pengetahuan suci (jnyana) untuk mencapai jiwa yang terang (galang apadang). Jiwa yang teranglah dapat menghilangkan semua pikiran yang kacau.
Umat Hindu sudah merayakan Galungan seribu tahun lebih. Karena itu sudah sepantasnya perayaan Galungan ini sepatutnya kita evaluasi lebih mendalam lagi. Selama ini sudahkah perayaan Galungan kita rayakan sesuai dengan teks petunjuknya seperti kutipan Lontar Sundarigama di atas.
Pada zaman kali ini, Galungan semestinya kita rayakan lebih mendalam. Dalam hiruk-pikuknya dunia modern, eksistensi godaan hidup semakin menguat. Godaan hidup itu mengarahkan umat manusia semakin menjauh dari Dharma. Gejolak Adharma semakin menguat dalam berbagai wujud. Ada yang berwujud kekerasan fisik, arogansi kelompok, pemaksaan kehendak, kecanduan narkoba dan sejenisnya. Bahkan, gejolak itu ada yang mengatasnamakan agama. Hal ini semestinya tidak terjadi. Karena ajaran agama disabdakan oleh Tuhan bukan untuk mendorong penganutnya untuk tidak bersikap arogan. Sehingga moment perayaan Galungan menjadi sangat penting artinya, yaitu dengan perayaan Galungan yang lebih mendalam ke dalam diri. Seperti dinyatakan dalam Lontar Sunarigama, Galungan semestinya dirayakan dengan mengarahkan diri untuk lebih memfokuskan pada pemaknaan jnyana atau ilmu pengetahuan suci Veda. Dengan demikian kita berharap keadaan diri semakin cerah atau jiwa yang galang apadang.
Hal inilah yang wajib kita terus munculkan dalam setiap perayaan Galungan. Jangan justru Galungan dirayakan dengan cara bertentangan dengan substansinya atau tattwa-nya sendiri.
Perayaan Galungan hendaknya sebagai gerakan moral untuk lebih mendalam melakukan pencerahan diri dengan ajaran suci Veda. Karena itu, perayaan Galungan hendaknya semakin lebih mendalam menuju penguatan spiritualitas diri. Perayaan Galungan dengan menonjolkan pesta pora untuk berhura-hura sangat bertentangan dengan substansi perayaan Galungan itu sendiri. Dan ini harus dimulai dari kita sebagai generasi muda ‘pengawal’ Dharma untuk bersikap kritis demi kelangsungan dan keajegan dharma. Selamat menyambut hari raya Galungan, semoga nanti benar-benar akan menjadi perayaan bagi kemenangan Dharma.
(gatef)