JAYAPANGUS WEB

JAYAPANGUS merupakan media komunikasi muda Hindu. diterbitakn sejak akhir januari 2006 oleh KMHD ISI Yogyakarta. hubungi kami di: E-mail: red_jayapangus@yahoo.co.id phone :08175495575

Wednesday, November 08, 2006

Yk, Hindu, dan Sepotong Cinta

Kalau bertandang ke kos teman, mata saya tak pernah lepas memerhatikan rak bukunya. Seberapa banyak buku yang berderet dan variasi temanya, bagi saya, itu bisa menggambarkan isi kepala si empunya. Ya, karena kata orang Tegal, “You are what you read.” Ya, karena dari tumpukan kertas bernama buku itulah narasi ini bermula.
Dulu, seperti kebanyakan orang Indonesia, saya malas membaca. Lebih-lebih buku agama. Alih-alih membaca satu judul buku hingga selesai, membaca beberapa lembar saja sudah membuat mata saya seperti “Gus Dur” alias ngantuk. Pun mulut saya jadi mendesah eh,…..menguap! Atau sering pula kepala ini jadi pening tujuh keliling karena ora dong apa isinya! Seperti kebanyakan umat Hindu umumnya, saya memahami Hindu hanya mengandalkan pelajaran formal di sekolah dan kampus. Celakanya, pembelajaran itu terasa “kering” di kepala dan hati. Hanya serasa nikmat ketika dapat nilai. Lain itu nyaris tak ada, bukan?
Mempelajari agama di tingkat sekolah tentu beda dengan di kampus. Tapi, celakanya, mahasiswa ikut kuliah agama cuma formalisme untuk dapat nilai! Kegairahan untuk mengeksplorasi lebih dalam, tampaknya, masih kurang. Ini terlihat dari berbagai kegiatan KMHD yang masih itu-itu saja. Salah satunya belum ada media informasi dan publikasi yang mewadahi problematika, opini, ide, kreatifitas, maupun dinamika mahasiswa dan umat Hindu. Padahal, Yogyakarta gudang kaum intelektual. Pun banyak mahasiswa Hindu yang kuliah di Jurusan Jurnalistik atau Ilmu Komunikasi. Di manakah mereka berada, ya? Tapi saya tak patah arang. Justru itulah saya gunakan sebagai tantangan.
Awalnya, saya tak percaya diri. Pasalnya, pengetahuan agama terbilang pas-pasan (kalau tidak mau disebut kurang). Jangankan mau menerbitkan media, pelatihan jurnalistik aja belum pernah ikut. Alhasil, kemampuan teknis menulis juga masih kurang. Tapi rasa cinta terhadap Hindu-lah yang menghapus keraguan itu. “Ya, learning by doing,” pikir saya.
Kalau sidang pembaca di tahun 2002-2003 sering ke pura tiap Purnama, tentu Anda pernah mendapati secarik kertas mungil yang mulanya dikira brosur iklan. Padahal, kertas mungil itu adalah media alternatif Hindu pertama di Yogyakarta yang dibagikan gratis. Lontar, namanya. Isinya sangat sederhana. Tak disangka, ternyata, sambutan umat sungguh luar biasa. Bersama beberapa teman, saya berupaya menerbitkan secara kontinyu. Tapi, apa daya. Kesibukan saya sebagai mahasiswa (yang sok sibuk) akhirnya memaksa Lontar untuk mengakhiri hidupnya, Agustus 2003.
Banyak orang yang menyayangkan kejadian itu. Ya, saya masih terngiang betapa dramatisnya mengelola Lontar kala itu. Biarpun Lontar telah almarhum, tapi semangatnya harus terus mengobar. Dan, benar saja. Akhirnya, KMHD UGM, di awal 2004, meneruskan perjuangan Lontar dengan menerbitkan Suara Anandam Lembar. Saya tak menyangka semangat Lontar, ternyata, menular kepada rekan-rekan yang lain. Alhasil, kini di Yogyakarta kian marak media alternatif Hindu. Sebut saja: Jnana (alm), Jegeg (alm), Yogya Vidya Jayanti, Sanatana Dharma, dan tentu saja JAYAPANGUS yang keren ini.
Teringat pernyataan seorang teman KMHD, “Saya datang ke Jogja ini untuk belajar di kampus. Bukan jadi penulis.” “Betul, tugas utama kita adalah belajar,” jawab saya, “tetapi, kemampuan menulis akan sangat membantu kita dalam belajar banyak hal.” Bibir merahnya membisu, wajah cantiknya tertunduk. Baru beberapa tahun kemudian saya mendapatkan jawabannya ketika dengan wajah berseri-seri dia bercerita bahwa dia telah memenangi lomba menulis esai di kampusnya, bahasa Inggris lagi. “Wow, hebat! Kamu udah bisa ngalahin saya,” kata saya.
Memiliki pengetahuan agama yang pas-pasan, tetapi berkeinginan untuk terus belajar dan menyadarkan orang lain untuk juga belajar, saya pikir, lebih baik daripada memiliki pengetahuan agama yang tinggi tetapi tidak mau berbagi dengan orang lain. Dan, jauh lebih baik daripada orang yang tidak mau belajar sama sekali. Inilah cinta. Cintalah yang menggerakkan karma untuk beryadya mencerdaskan umat. Cinta yang menuntun kita untuk mereguk Dewi Saraswati (baca: ilmu pengetahuan) agar lebih arif menyikapi hidup. Cinta pula yang menafasi saya untuk menceritakan dinamika umat Hindu Yogyakarta kepada segenap pembaca majalah Media Hindu di pelosok Nusantara. Cinta pula yang pernah menggerakkan hati saya, bersama teman-teman agama lain, untuk mengelola sebuah majalah antariman di Yogyakarta.
Saya bisa merasakan energi cinta yang mengalir deras ketika bersembahyang ke pura. Cinta yang berasal dari bhakti para penyungsung pura menyiapkan segala perangkat persembahyangan. Cinta pula yang melandasi para pemuda Pura Banguntapan menjaga sepeda motor kita selagi kita bersembahyang. Namun, dengan tanpa cinta kita justru membuat gaduh suasana pura. Dan, dengan tanpa cintalah kita membuat kotor halaman pura. Dan, dengan tanpa cinta pula kita enggan berdana punia.
Celakanya, “cinta” terhadap kekuasaan dan rupiahlah yang membuat salah seorang pejabat yang duduk di salah satu ruangan di Kanwil Departemen Agama DIY justru membuat kita bingung. Bagaimana tidak bingung, jika ucapan dan perbuatan tidak sinkron. Hanya manis di bibir. Ya, pantaslah jika kita memberinya gelar kehormatan sebagai Pembingung Masyarakat Hindu DIY. Selalu saja ada 1001 alasan untuk berdalih “tidak ada dana” untuk kegiatan umat. Dengan terang-terangan pula ia memasang tarif untuk mengisi dharwa wacana ataupun membuat tulisan. Luar biasa “cintanya” dalam “mengamankan” dana bantuan rekonstruksi pura yang rusak akibat gempabumi.
Cinta itu ikhlas memberi, bukan sebaliknya. Dengan cinta pulalah semoga kaum muda Hindu semakin giat berjuang memajukan agamanya. Masih banyak hal yang bisa kita lakukan. Saya berharap, kelak, dunia penerbitan Hindu akan semakin marak. Patut disambut gembira bahwa dewasa ini banyak buku Hindu diterbitkan. Temanya pun beragam. Tapi, bagi saya, itu sermua masih kurang! Saya berharap lagi, kelak, ketika saya jadi ayah, saya tak kesulitan mencari VCD interaktif pembelajaran Hindu buat anak-anak saya. Atau komik-komik bernafaskan kehinduan. Atau juga buku-buku yang membahas khusus problematika para ABG Hindu. Atau buku-buku lain agar generasi mendatang jadi lebih cinta kepada agamanya. Ayo KMHD, bangun! Jangan cuma Kumpul-kumpul Makan-makan Hura-hura Dagelan!!! Jangan malas seperti saya.

oleh SOE HOK GEN*)
penulis adalah wong edan

MEMENANGKAN DHARMA

Beberapa hari lagi Galungan kembali datang menyapa, hari besar yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Hindu. “Hari Kemenangan Dharma Melawan Adharma” kalimat yang terlalu akrab ditelinga kita. Dari jaman nenek-nenek hingga sekarang ajarannya tetaplah sama, Dharma pasti menang melawan Adharma. Namun dalam benak awam kita mungkin akan timbul pertanyaan mengglitik benarkah ketika hari Galungan nanti memang Dharma yang menang. Atau manakah yang dikatakan Dharma dan seseram apakah Adharma itu. Di jaman yang serba digital dan cyber ini dimana samudra luas tak lagi menjadi pemisah dan tembok bukan menjadi penghalang, ketika kepercayaan abstrak kita bersentuhan secara bebas dengan saint maka akan menimbulkan gejolak dan pertanyaan dalam diri kita. Mana yang baik dan buruk, mana yang salah dan benar seperti perang berkepanjangan antara Palestina dan Israel, kita sulit mengatakan siapa yang benar dan siapakah yang salah.
Kalau hal ini masih menjadi pertanyaan, antara apa yang dimenangkan dan siapa yang dikalahkan, lalu mengapa kita merayakan hari kemengangan atau hari raya Galungan itu, dan mungkin kita kembali diingatkan dengan jawaban ”nak mule keto uli pidan” (memang begitu dari dulunya). Jawaban sederhana tetapi terbukti ampuh mempertahankan tradisi merayakan Galungan hingga sekarang.
Dengan berbekal jawaban nak mule keto setiap Budha Kliwon Dungulan Galungan pasti ada. Di Bali perayaan Galungan digelar dengan sangat meriah, mulai dari anak-anak hingga kakek-kakek semuanya terlibat dalam suasana kegembiraan. Penjor yang penuh dengan aneka hasil bumi berjejer rapi menghiasi pinggiran jalan-jalan perkotaan hingga pedesaan. Kepulan wewangian dupa, diiringi dengan dentingan genta serta alunan indah kakawin pujaan memenuhi udara, yang terkadang juga diselingi dengan gelak tawa dan teriakan histeris anak-anak kecil sambil berlarian menyambut kedatangan pertunjukan Barong, sungguh suasana yang sangat dinamis. Namun disisi lain, di beberapa sudut balai desa terlihat sejumlah orang duduk bersila membentuk lingkaran yang mengingatkan pada upacara persembahan agni horta, namun bukannya api yang dihitari tapi seperangkat permainan judi (ceki), di sudut yang lainnnya juga terlihat gerombolan anak muda yang sedang meminum minuman keras.
Ya begitulah Galungan, yang dikatakan sebagai sebuah perayaan kemenangan dirayakan dengan berbagai cara oleh umat hindu khususnya di Bali. Mulai dari membuat berbagai macam upakara persembahan, penjor, mempertunjukan kesenian barong, membeli baju baru, menyembelih binatang kurban, hingga bermain judi dan mabuk-mabukan. Dan sebagian besar berorientasi pesta pora. Apakah ini yang dapat menunjukkan pada kita bahwa dharma telah menang. Menurut agus (KMHD ISI) untuk mengetahui apakah Dharma itu menang, terlebih dahulu kita harus mengenal Dharma itu sendiri. Dharma adalah agama lanjutnya, singkatnya Dharma dapat diartikan mematuhi dan menjalankan ajaran agama, dalam hal ini agama Hindu.
Nah kalau begitu sesuaikah semua perayaan kemenangan Dharma melawan Adharma yang sering kita lakukan dengan petunjuk agama atau Dharma. untuk lebih jelasnya mari kita kutip sebait kata indah dari lontar Sunarigama yang menyebutkan:
Budha Kliwon Dungulan ngaran Galungan,
patitis ikang jnyana sandi, galang apadang
Maryakena sarwa byaparaning hidep.
Maksudnya: Budha Kliwon Dungulan disebut Galungan, mengarahkan bersatunya ilmu pengetahuan suci (jnyana) untuk mencapai jiwa yang terang (galang apadang). Jiwa yang teranglah dapat menghilangkan semua pikiran yang kacau.
Umat Hindu sudah merayakan Galungan seribu tahun lebih. Karena itu sudah sepantasnya perayaan Galungan ini sepatutnya kita evaluasi lebih mendalam lagi. Selama ini sudahkah perayaan Galungan kita rayakan sesuai dengan teks petunjuknya seperti kutipan Lontar Sundarigama di atas.
Pada zaman kali ini, Galungan semestinya kita rayakan lebih mendalam. Dalam hiruk-pikuknya dunia modern, eksistensi godaan hidup semakin menguat. Godaan hidup itu mengarahkan umat manusia semakin menjauh dari Dharma. Gejolak Adharma semakin menguat dalam berbagai wujud. Ada yang berwujud kekerasan fisik, arogansi kelompok, pemaksaan kehendak, kecanduan narkoba dan sejenisnya. Bahkan, gejolak itu ada yang mengatasnamakan agama. Hal ini semestinya tidak terjadi. Karena ajaran agama disabdakan oleh Tuhan bukan untuk mendorong penganutnya untuk tidak bersikap arogan. Sehingga moment perayaan Galungan menjadi sangat penting artinya, yaitu dengan perayaan Galungan yang lebih mendalam ke dalam diri. Seperti dinyatakan dalam Lontar Sunarigama, Galungan semestinya dirayakan dengan mengarahkan diri untuk lebih memfokuskan pada pemaknaan jnyana atau ilmu pengetahuan suci Veda. Dengan demikian kita berharap keadaan diri semakin cerah atau jiwa yang galang apadang.
Hal inilah yang wajib kita terus munculkan dalam setiap perayaan Galungan. Jangan justru Galungan dirayakan dengan cara bertentangan dengan substansinya atau tattwa-nya sendiri.
Perayaan Galungan hendaknya sebagai gerakan moral untuk lebih mendalam melakukan pencerahan diri dengan ajaran suci Veda. Karena itu, perayaan Galungan hendaknya semakin lebih mendalam menuju penguatan spiritualitas diri. Perayaan Galungan dengan menonjolkan pesta pora untuk berhura-hura sangat bertentangan dengan substansi perayaan Galungan itu sendiri. Dan ini harus dimulai dari kita sebagai generasi muda ‘pengawal’ Dharma untuk bersikap kritis demi kelangsungan dan keajegan dharma. Selamat menyambut hari raya Galungan, semoga nanti benar-benar akan menjadi perayaan bagi kemenangan Dharma.
(gatef)

Friday, November 03, 2006

kartun 3

kartun 2

DARI PEMBACA edisi 09

Sangat disayangkan jika JAYAPANGUS (JP) berhenti terbit,karena akan semakin sedikit media yang berkiprah di Jogja. Dulu ada Sanatana Dharma dan Lontar yang meramaikan, belum lagi Jegeg dan JNANA (Forkom HD) yang juga turut menyumbang sejarah dalam jurnalistik Hindu Jogja, dan kini ketika semangat untuk terus-menerus berjuang kembali berkobar, JP ingin mengundurkan dirinya dari medan pertempuran......Ksatria kah ini???. Mungkin bukan pertanyaan yang tepat jika melihat kondisi yang ada. Memang ketika Akademis harus bertarung melawan keinginan untuk beryadnya lewat Jnana yang ada hanya dua pilihan, mengikuti alur atau membuat alur itu sendiri?
Redaksi Suara Anandam (SA) sendiri kini sedang membenahi diri, merampungkan perubahan yang tersendat-sendat oleh kebutuhan akademis dan hingga kini SA sendiri belum menunaikan tugasnya dalam metamorfosa sebuah media yang bisa menjadi andalan umat Yogya. Dan ketika semua transformasi itu sedang bergulir, Jayapangus telah mengingatkan kami akan pentingnya sebuah komitmen untuk terus berubah!
Permasalahan mendasar media sosial seperti ini adalah jarangnya minat dari mahasiswa untuk beryadnya lewat jnana. Yang ada kebanyakan beryadnya melalui bhakti dan dana. Untuk saat ini SA aman karena ada wajah-wajah baru yang mewarnai setiap tahun ajaran yang akan menjadi regenarator dalam tubuh SA sendiri. Dan kenapa JP tidak mencoba hal yang sama dengan merekrut orang-orang ISI yang ada?Tentang pengetahuan jurnalistik, dari redaksi sendiri menginginkan adanya kerjasama antar media Hindu yang ada di Yogya. SA punya opini, JP punya artistik dan Ashram punya pengetahuan yang akan melengkapi sebuah media.
Intinya... kami akan membantu sebisa kami jika JP menginginkannya. Dan kami akan terus mengikuti perkembangan JP sebagai sebuah dinamika dalam dunia jurnalistik.
Mari berjuang bersama untuk Hindu.!!!
- Redaksi Suara Anandam UGM-
Sa_kmhd_ugm@yahoo.com

Terimakasih banyak atas dukungannya, semoga SA juga tetap bisa terbit sehingga media informasi Hindu di Jogja jadi semakin semarak dan berwarna.
Pada kesempatan kali ini, kami informasikan bahwa JP memang membutuhkan tambahan personil baru di redaksi, dan buakan hanya dari ISI, tapi dari seluruh umat di JOGJA. Bagi yang berminat segera hubungi Redaksi dan mari membangun JP lebih baik.

Selama ini saya nggak seneng membaca, namun sejak mengenal JP yang dikemas dengan berbagai gambar saya menjadi sangat tertarik, semangat dan pikiran jadi terbuka. JP sumber inspirasi. Teruskan kreatifitasnya,JP gak ada Matinya deh!!!
-Gusur (STT TELKOM BANDUNG)-
Terimakasih, tolong promosikan JP ke umat di Bandung

Apa Arti hidup ini ?~x

Seorang pria yang selalu bangga akan kelebihan yang dimilikinya (baca: narsis abieezzz), seperti kata wanita yang mengenalnya. “aduh tuch cowok perfect banget deh, sudah manis, pintar, penyanyang, baik hati, dan banyak kelebihan yang lain terutama pigmen hitam dikulitnya eksotis banget boow….”. Dia merasa jenuh akan hidupnya. Semua yang ia miliki tidak dapat memberikan kebahagian dan kedamaian yang ia cari. Dalam kegelisahan, ia mencari-cari jawaban atas pertanyaan yang selalu menggangu pikirannya. Dalam hati dia berkata ”Oh Sang Hyang Widhi.. Apa Arti hidup ini ?~x..”. Hingga suatu saat dia bermimpi bertemu dengan seorang guru spriritual di daerah pinggiran selokan yang menghubungkan kali Opak dan kali Code. Pria narsis itupun kaget dan tentunya sangat menyesal dalam hati ”Kenapa harus guru spriritual aneh ini yang datang, apakah dunia sudah kehabisan stock guru spriritual”. Dan percakapan dalam mimpi pun terjadi .
Guru : ”haloo... saya dimana ya... kok disini gelap sekaleeeee..”
Pria narsis : ”dimimpiku guru..”
Sang Guru kebingungan dan menggerutu : ”Kayaknya ada suara kok ga ada orang ya... Jangan-jangan hantu.”
Pria narsis: ”yeeee.. dasar guru ga punya perasaan.. sempat-sempatnya juga ngejek orang.”
Guru : ”haaah... maaf anak muda, saya tidak bermaksud mengejek kamu... Abisnya warna kulitmu sama gelapnya dengan mimpi ini”
Pria narsis : ”please dech.. penting ga sich dibahas, jangan tambah penderitaanku lagi,”.
Guru : ” anakku ijinkan Guru bertanya sesuatu???” kenapa mimpi ini begitu gelap, sama gelapnya dengan warna kulitmu????”
Pria narsis : Gedebug..., penting ga sich dibahas lagi warna kulit saya???” (sambil berharap agar segera terbangun dari mimpi aneh ini, dan mungkin mimpi buruk ini tepatnya...).
Guru : ”mahap beribu mahap... Guru keceplosan, bawaan lahir. Guru juga manusia.”
Pria narsis : ” Anda Guru spiritual ato Rocker sih?”
Guru : ” Ya.... beda-beda tipislah...”
Pria narsis :”basi banget...,Guru....biasanya Rocker yang gondrong rambutnya...bukan Giginya.”
Guru : ” Please deh. Penting ga sich gigi Guru dibahas?...baiklah kita impas.. sama-sama punya kelebihan yang Tidak Pada Tempatnya. Deal...?”
Pria narsis : ”deal...Jadi begini Guru, saya sedang bingung dengan hidup saya. Saya tidak menemukan kebahagian yang saya cari, hidup saya serasa tak berarti, apa arti hidup ini Guru?”
Guru :”oh...jadi itu masalahnya. Baiklah anakku, Guru akan coba sampaikan apa Arti Hidup bagi orang-orang Bijak. Maka dengarkan dan camkan baik-baik.
Arti hidup
Hidup adalah anugrah, terimalah.
Hidup adalah tantangan, hadapilah.
Hidup adalah penderitaan, atasilah.
Hidup adalah pertandingan, menangkanlah.
Hidup adalah kewajiban, lakukanlah.
Hidup adalah kesukaan, nikmatilah.
Hidup adalah adalah lagu, nyanyikanlah.
Hidup adalah janji, penuhilah.
Hidup adalah teka-teki. pecahkanlah.
Hidup adalah kasih, bagikanlah.
Hidup adalah kesempatan, gunakanlah.
Hidup adalah keindahan, bersyukurlah.
Bertindaklah
Dan isilah hidupmu bagi
Kemuliann-Nya!
Setelah mendengar wejangan sang Guru, pria narsis pun merasa lega dan tersenyum manis bak gula aren, warnanya hitam namun paling manis dikelasnya.
Guru :”Nah... jika engkau bisa selalu tersenyum seperti itu.. pikiranmu akan lebih jernih, mimpimu lebih terang dan hidupmu akan indah.. Anakku kamu pakai Pasta Gigi merek apa????? ”
Pria narsis :”tuch... kan Guru mulai ngejek lagi !!!”
Guru :”(tersenyum puas)...Maafkan Guru... namanya juga hobby, baiklah anakku guru harus pergi, semoga guru bisa masuk kedalam mimpinya Diah Sostro Mardoyo... oh... indahnya..”
Pria narsis :”Baiklah guru, terimakasih telah mampir, dan menyadarkanku,.. oya... guru ada hal penting yang ingin kusampaikan”
Guru :” katakanlah dengan singkat, jelas dan padat..”
Pria narsis :”Apapun mimpinya... minumnya Teh botol Sastro... dada bye...bye... ”.
Guru :” Basi banget deh...itu kan udah ditulis pada edisi yang lalu. Gak kreatif banget...dada bye.bye too.”
Semua kisah, adegan, cerita, nama tokoh, bisa nyata bisa juga fiktif belaka. Semoga kisah ini dapat menciptakan damai di hati, damai di dunia dan damai selama-lamanya.

Kucul's 2006
Atas karunia-NYA , disarikan dari berbagai sumber.

Thursday, November 02, 2006

kartun 1


ni gmbar 1

Menunggu Bangkitnya Siswa Hindu


Bangkitnya generasi Hindu harus dilandasi dengan kesadaran yang kuat. Kesadaran untuk bersatu dan menjaga keutuhan umat Hindu sendiri. Seperti yang telah disebutkan pada edisi JP sebelumnya, sudah banyak UKM atau KMHD yang berdiri di berbagai perguruan tinggi di kota tercinta kita ini. Perkumpulan ini tentu bertujuan untuk mempererat kekeluargaan di antara mahasiswa Hindu, karena kita tahu Hindu di Indonesia termasuk agama minoritas.
Keinginan dan kesadaran akan pentingnya persatuan tersebut, dirasakan juga oleh murid-murid Hindu yang duduk di bangku SMA. Terlebih setelah diadakannya Laksana Widya Bhasya, 23-25 September yang lalu. Kami merasa sangat senang saat berlangsungnya acara selama 3 hari tersebut. Perasaan bangga pun muncul dalam benak kami. “Oo… ternyata anak-anak Hindu banyak juga ya.”
Munculnya perasaan tersebut membuat kami berkeinginan untuk mempertemukan kembali teman-teman yang kemarin ikut acara tersebut. Tetapi tidak sekedar berkumpul begitu saja, kami ingin dibentuknya sebuah wadah atau perkumpulan, seperti UKM atau KMHD. Mungkin dengan terbentuknya perkumpulan tersebut, kami dapat mengadakan pertemuan dengan rutin dan diisi dengan hal-hal yang berguna yang jarang kita temukan dalam pembelajaran di sekolah. Contohnya saja Ms.X, ia ingin terbentuknya perkumpulan tersebut karena ingin ada pembelajaran seperti mejejaitan atau sekedar bisa membuat canang. Karena ini perlu sekali untuk ke depannya.
Beberapa minggu yang lalu kami berusaha untuk mengumpulkan murid-murid SMA untuk membicarakan rencana akan dibentuknya suatu forum dan rencana rekreasi, sambil mengisi waktu libur Lebaran. Tapi jauh dari yang diharapkan, yang datang hanya sedikit. Itupun kebanyakan berasal dari anak-anak Bhisma (nama kelompok saat LWB) dan pendampingnya. Padahal kami sudah menginformasikannya ke tiap-tiap personil. Entah apa yang mendasari sehingga banyak yang tidak datang. Akhirnya, dengan jumlah yang sedikit itu, kami merencanakan pada saat liburan Lebaran kami akan rekreasi ke gardu pandang Kaliurang.
Kamis 19 Oktober pukul 09.30, setelah menunggu cukup lama, akhirnya kami berangkat ke Kaliurang dengan hanya 7 orang, termasuk pandamping Bhisma. Benar-benar jauh dari harapan . Meskipun kami telah memberi tahu kepada teman-teman jauh hari sebelumya, walau mungkin sekedar via telepon atau SMS. Yah alasan klisepun terlontar “Sibuk”, dan kami masih bisa memakluminya. Tetapi ada juga yang menyeletuk, “Emang disana mo ngapain sih? Pasti garing.. Enakan tidur di rumah”. Mungkin itu seklumit alasan orang-orang yang belum sadar. Menurut kami, segaring apapun acara tersebut akan terasa asik kalau kita benar-benar niatkan untuk berkumpul dengan sesama, lagipula kan jarang banget bisa ketemunya.
Dengan hanya 7 orang itu, kami tidak merasa garing atau boring. Kami merasa enjoy saja. Kan lumayan refreshing, daripada mendekam di rumah. Tapi sepulang dari sana, perasaan kecewa baru muncul. Sampai kapan kita nunggu terbentuknya forum SMA??? Bisa jadi, forum tidak akan pernah terbentuk, karena mereka belum sadar-sadar juga. Yah mungkin forum tidak akan pernah ada dan kami hanya bisa menunggu sampai saatnya kami menjadi mahasiswa dan menjadi anggota KMHD.
Harapan besar terbentuknya forum SMA masih kami jaga, semoga dengan bimbingan dari kakak-kakak mahasiswa dan pihak lainnya, rencana ini akan terwujud. Dan mudah-mudahan kami semua disadarkan, betapa asyiknya memiliki suatu perkumpulan. “Bisa ketemu sama temen-temen Hindu….”
AYO SADAR DAN BANGKIT!!!!!

Awie_EigHterz